Selasa, 02 April 2013

MAKALAH PAI DALAM 3 ASPEK




MAKALAH
ISU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


















Oleh :
SUMARWANI
NIM               : 2010010261





FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY SUKOREJO - SITUBONDO


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sebuah yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan umat manusia. Karenanya manusia harus senantiasa mencari dan menuntut ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu factor penting yang mengharuskan manusia untuk selalu mengembangkan keilmuannya agar dapat beradaptasi di dunia modern yang kaya akan kemajuan ilmu dan       teknologi.
Pendidikan agama islam di sekolah umum hingga saat ini, masih menghadapi berbagai persoalan dan tantangan serta kritikan dari berbagai pihak, baik dalam lingkup internal maupun eksternal. Bahkan sebagian masyarakat cenderung berpendapat, meskipun terkesan sangat subjektif dan sepihak, bahwa “biang kerok” berbagai krisis sosial  dan moral yang dialami bangsa ini adalah disebabkan oleh gagalnya pendidikan agama di sekolah dalam membentuk moralitas masyarakat bangsa ini, khususnya para pelajar.
Sekolah merupakan sarana dan tempat menuntut ilmu bagi para peserta didik, juga tempat memperkaya dan memperluas keilmuan peserta didik.
Selain itu, istilah pendidikan Islam dipergunakan dalam dua hal, yaitu: satu, segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa. Dua, keseluruhan lembaga pendidikan yang mendasarkan segenap program dan kegiatannya atas pandangan dan nilai-nilai Islam. Apakah problematika Pendidikan Islam di Indonesia dewasa ini? Salah satu cara adalah melihat pendidikan Islam di Indonesia sebagai bagian dari seluruh jenis pendidikan yang ada dan kemudian mengkaji persoalan terdapat dalam dunia pendidikan Islam. Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini ialah bagaimana mempersiapkan generasi muda, agar memiliki kemampuan di kemudian hari untuk menjawab segenap tantangan yang mereka hadapi secara memadai.
Lembaga pendidikan Islam (pesantren, madrasah, sekolah dan perguruan tinggi Islam) mempunyai misi penting yaitu mempersiapkan generasi muda umat Islam untuk ikut berperan bagi pembangunan ummat dan bangsa di masa depan.  Pentingnya misi lembaga pendidikan Islam ini disebabkan karena hampir seratus persen siswa atau mahasiswa yang belajar di lembaga pendidikan Islam adalah anak-anak dari keluarga santrii.  Hal ini berbeda dengan keadaan di sekolah atau perguruan tinggi umum yang siswa atau mahasiswanya merupakan campuran antara anak keluarga santri dan keluarga abangan. Apabila kualitas pendidikan yang mereka peroleh di madrasah bagus, maka, insya Allah, mereka akan menjadi orang yang berkualitas dan akan memainkan peran penting sebagai pemimpin ummat, masyarakat, dan bangsa.  Sebaliknya, apabila kualitas pendidikan yang mereka peroleh di madrasah tidak bagus, maka kemungkinan mereka untuk berperan dalam percaturan bangsa akan menjadi amat kecil. Salah-salah, mereka akan menjadi bagian problem masyarakat dan bukan bagian penyelesaian problem masyarakat.
            Dalam makalah ini, penulis akan membahas dan mengulas tentang isu-isu pendidikan agama Islam di sekolah umum, isu-isu pendidikan di madrasah dan isu pendidikan dalam IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang meliputi pengertian, tujuan dan hubungan dari tiga aspek tersebut.
1.2  Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah tersebut diatas, kami membuat suatu rumusan masalah agar pemahaman dari makalah ini dapat lebih spesifik, lebih dimengerti dan terarah pembahasannya.
Adapun rumusan masalah tersebut ialah:
1.      Bagaimanakah isu pendidikan islam pada madrasah?
2.      Bagaimanakah isu pendidikan islam pada pendidikan Umum ?
3.      Bagaimanakah isu pendidikan islam pada IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) ?
4.      Bagaimanakah hubungan problema pendidikan islam pada 3 ruang lingkup tersebut ?

1.3  Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penulisan, penyusunan dan pembahasan makalah ini ialah sebagai berikut:
1.       Untuk mengetahui isu pendidikan islam pada madrasah
2.       Untuk mengetahui isu pendidikan islam pada pendidikan umum
3.       Untuk mengetahui isu pendidikan islam dalam IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
4.     Untuk mengetahui Hubungan problema pendidikan islam pada 3 ruang lingkup tersebut


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Pendidikan Agama Islam dalam 3 Lingkup (Pendidikan Umum, Madrasah dan IPTEK)
1.2.1  Pengertian pendidikan Agama Islam
Mendefinisikan pengertian pendidikan ditinjau dari berbagai tokoh tentu memiliki berbagai perbedaan, tetapi untuk memahami pengertian pendidikan paling tidak dibutuhkan dua pengertian :
1)      Menurut Ngalim Purwanto yang dikutip oleh Akmal Hawi Pendidikan adalah pimpinan yang diberikan denga sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat.
2)      Menurut Hasan Langgulung dikutip oleh Akmal Hawi Pendidikan merupakan proses pemindahan nilai pada suatu masyarakat kepada setiap individu yang ada di dalamnya dan proses pemindahan niali-nilai budaya itu melalui pengajaran dan indoktrinasi.
Jadi, Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pandangan hidup, sikap hidup.
Istilah islam dapat dimaknai sebagai islam wahyu. Islam wahyu meliputi Al-Qur’an hadis-hadis Nabi.
M. Yusuf al- Qardhawy memberikan pengertian bahwa,´pendidikan islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.
Menurut Prof. Dr. Jalaluddin yang di kutip oleh Akmal Hawi, pendidikan Islam yaitu usaha untuk membimbing dan mengembangkan potensi manusia secara optimal agar dapat menjadi pengabdi Allah yang setia, berdasarkan dan dengan pertimbangan latar belakang perbedaan individu, tingkat usaha, jenis kelamin, dan lingkungan masing-masing.
Jadi, pengertian tersebut akan terlihat jelas bahwa Islam menekankan pendidikan  pada tujuan utamanya yaitu pengabdian kepada Allah secara optimal. Dengan berbekal ketaatan itu, diharapkan manusia itu dapat menempatkan garis kehidupannya sejalan dengan pedoman yang telah ditentukan sang pencipta. Kehidupan yang demikian itu akan memberi pengaruh kepada diri manusia, baik selaku pribadi maupun sebagai makhluk sosial, yaitu berupa dorongan untuk menciptakan kondisi kehidupan yang aman, damai, sejahtera dan berkualitas di lingkungannya
1.2.2          Pengertian pendidikan agama Islam di sekolah umum
Di dalam UUSPN No. 2/1989 Pasal 39 ayat (2) ditegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain  pendididkan agama. Dan dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang berangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk  mewujudkan persatuan nasional.
Dalam konsep Islam, iman merupakan potensi rohani yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal saleh, sehingga mengahasilkan prestasi rohani (iman) yang disebut takwa. Amal saleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan manusia dan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya yang membentuk kesalehan pribadi, hubungan manusia dengan sesamanya yang membentuk kesalehan terhadap alam sekitar. Kualitas amal saleh ini akan menentukan derajat ketakwaan (prestasi rohani/iman) seseorang dihadapan Allah Swt.
Dalam arti keyakinan beragama, (sebagai hasil pendidikan agama) diharapkan mampu memperkuat upaya penguasaan dan pengembagan iptek, dan sebaliknya, pengembagan iptek berkeyakinan beragama. Sedangkan agamalah yang bisa menuntut manusia untuk memilih mana yang patut, bisa, benar, dan baik untuk dijalankan dan dikembangkan. Disinila letak peranan pendidikan agama islam dan sekaligus pendidikan (GPAI disekolah) dan mengantisipikasi perkembangan  kemajuan iptek. Dalam arti mampukah guru pendidikan agama islam menegakan landasan akhlakul karimah yang menjadi tiang utama ajaran agama islam, tatkala dominasi temuan iptek sudah demikian hebat dan menguasai segala perbuatan dan pikiran umat manusia.
Antara ilmu pengetahuan dan pendidikan islam tidak dapat dipisahkan karena perkembangan masyarakat islam, serta tuntutannya dalam membagun manusia seutuhnya (jasmani dan rohani) sangat ditentukan oleh kualitas ilmu pengetahuan yang dicerna melalui proses pendidikan. Proses pendidikan tidak hanya menggali dan mengembangkan sains, tetapi juga dan lebih penting lagi dapat yaitu dapat menemukan konsep baru ilmu pengetahuan yang utuh, sehingga dapat membagun masyarakat islam sesuai dengan keinginan dan kebutuhan yang diperlukan.

1.2.3           Pengertian pendidikan agama Islam di Madrasah
Madrasah adalah perkembangan modern dari pendidikan pesantren.  Menurut sejarah, jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia, lembaga pendidikan Islam yang ada adalah pesantren yang memusatkan kegiatannya untuk mendidik siswanya mendalami ilmu agama.  Ketika pemerintah penjajah Belanda membutuhkan tenaga terampil untuk membantu administrasi pemerintah jajahannya di Indonesia, maka diperkenalkanlah jenis pendidikan yang  beroritentasi pekerjaan.  Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945 ternyata melahirkan kebutuhan akan banyak tenaga terdidik dan terampil untuk menangani administrasi pemerintahan dan juga untuk membangun negara dan bangsa.  Untuk itu, pemerintah lalu memperluas pendidikan model barat yang dikenal dengan sekolah umum itu. Untuk mengimbangi kemajuan zaman itu, di kalangan umat Islam santri timbul keinginan untuk mempermodern lembaga pendidikan mereka dengan mendirikan madrasah.
 Perbedaan utama madrasah dengan pesantren terletak pada sistem pendidikannya.  Madrasah menganut sistem pendidikan formal (dengan kurikulum nasional, pemberian pelajaran dan ujian yang terjadwal, bangku dan papan tulis seperti umumnya sekolah model Barat) sementara pesantren menganut sistem non-formal (dengan kurikulum yang sangat bersifat lokal, pemberian pelajaran yang tidak seragam, sering tanpa ujian untuk mengukur keberhasilan belajar siswa, dsb.).  Ciri lain yang umumnya membedakan keduanya adalah adanya mata pelajaran umum di madrasah.  Penambahan mata pelajaran umum pada kurikulum madrasah ini tidak berjalan seketika, melainkan terjadi secara berangsur-angsur.  Pada awalnya, kurikulum madrasah masih 100% berisi pelajaran agama, tanpa ada pelajaran umum (Jadi, seperti pesantren, hanya di madrasah ada bangku, papan tulis, ulangan, ujian, dsb.)  Lulusan madrasah pada masa itu tidak dapat melanjutkan pelajarannya ke sekolah umum yang lebih tinggi, bahkan juga tidak dapat pindah ke sekolah umum yang sejenjang, karena memang kurikulumnya berbeda.  Orang tua yang ingin mendidik anaknya dalam ilmu agama dan ilmu umum terpaksa harus menyekolahkan anaknya di dua tempat, di sekolah umum dan di madrasah.  Pada tahun 1975, ada surat keputusan bersama tiga menteri (Menag, Mendikbud, dan Mendagri) yang menetapkan bahwa lulusan madrasah dianggap setara dengan lulusan sekolah umum dan lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang lebih tinggi dan siswa madrasah boleh berpindah ke sekolah umum yang sama jenjangnya.  Demikian pula sebaliknya.  Kompensasi dari kesetaraan itu adalah bahwa 70% dari kurikulum madrasah harus berisi mata pelajaran umum.  Kini, berdasarkan kurikulum madrasah 1994,  kurikulum madrasah harus memuat 100% kurikulum sekolah umum.  Dalam undang-undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, madrasah dikategorikan sebagai Sekolah Umum yang Berciri Islam (SUCI).
Madrasah didalam perkembangannya memiliki struktur dan penjenjangan baik secara vertical seperti Raudlatul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawuyah, Aliyah maupun horizontal dalam bentuk sekolah-sekolah kejuruan seperti PGA, PHIN, Muallimin, Kulliatul Muballighin dan lain-lain.
Pada tahun 1975 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri mengenai “Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah.” Dalam Surat Keputusan Bersama itu, masing-masing Kementrian Agama, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementrian dalam Negeri memikul tanggung jawan dalam pembinaan dan pengembangan pendidikan madrasah.
1.2.4           Pengertian pendidikan agama Islam dalam IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)

Kemajuan teknologi dalam tiga dasawarsa ini telah menampakkan pengaruhnya pada setiap dan semua kehidupan individu, masyarakat dan negara. Dapat dikatakan bahwa tidak ada orang yang dapat menghindar dari pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), IPTEK bukan saja dirasakan individu, akan tetapi dirasakan pula oleh masyarakat, bangsa dan negara.

Kehadiran IPTEK di negara-negara maju, sudah lama dirasakan pengaruhnya, karena pada negara-negara tersebutlah kemajuan itu mula-mula dicapai. Sebaliknya bagi negara-negara berkembang, pengaruh tersebut baru mulai dirasakan antara lain seperti dalam bidang informasi, buku-buku, media TV, radio, video, internet dan lain sebagainya.

Sekarang yang menjadi persoalan sekaligus pertanyaan bagi kita tentunya adalah bagaimana dengan eksistensi pendidikan Islam dalam menghadapi arus perkembangan IPTEK yang sangat pesat tersebut. Bagaimanapun tampaknya pendidikan Islam (terutama lembaganya) dituntut untuk mampu mengadaptasikan dirinya dengan kondisi yang ada. Disamping dapat mengadaptasi dirinya, pendidikan Islam juga dituntut untuk menguasai IPTEK, dan kalau perlu merebutnya.

Kenyataan untuk merebut teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut adalah sangat penting, sebab sekarang pembangunan nasional diarahkan dengan orientasi pada teknologi industri, dalam hal ini tak terkecuali dalam bidang pendidikan.

Menurut Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie, ada lima prinsip yang harus diikuti untuk mencapai penguasaan IPTEK yaitu:

a.   Melakukan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia (SDM) dalam bidang IPTEK yang relevan dengan pembangunan bangsa.

b.   Mengembangkan konsep masyarakat teknologi dan industri serta melakukan usaha serius dalam merealisasikan konsep tersebut.

c.   Adanya transfer, aplikasi dan pengembangan lebih jauh dari teknologi yang diarahkan pada pemecahan masalah-masalah nyata.

d.   Kemandirian teknologi, tanpa harus bergantung ke luar negeri.

e.   Perlu adanya perlindungan terhadap teknologi yang dikembangkan di dalam negeri hingga mampu bersaing di arena internasional.

Sementara itu pendidikan Islam yang tugas pokoknya menelaah dan menganalisis serta mengembangkan pemikiran, informasi dan fakta-fakta kependidikan yang sama sebangun dengan nilai-nilai ajaran Islam dituntut harus mampu mengetengahkan perencanaan program-program dan aktivitas-aktivitas operasional kependidikan, terutama yang berkaitan dengan pengembangan dan pemanfaatan IPTEK sebagaimana digambarkan diatas.

Strategi pendidikan Islam dalam menghadapi tantangan modernisasi berkat kemajuan IPTEK itu mencakup ruang lingkup:

a. Motivasi kreatifitas anak didik ke arah pengembangan IPTEK itu sendiri, dimana nilai-nilai Islam menjadi sumber acuannya.

b.  Mendidik keterampilan, memanfaatkan produk IPTEK bagi kesejahteraan hidup umat manusia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.

c. Menciptakan jalinan yang kuat antara ajaran agama dan IPTEK, dan hubungan yang akrab dengan para ilmuwan yang memegang otoritas IPTEK dalam bidang masing-masing.

d. Menanamkan sikap dan wawasan yang luas terhadap kehidupan masa depan umat manusia melalui kemampuan menginterpretasikan ajaran agama dari sumber-sumbernya yang murni dan kontekstual dengan masa depan kehidupan manusia.

Jadi kesanalah pendidikan Islam diarahkan, agar pendidikan Islam tidak hanyut terbawa arus modernisasi dan kemajuan IPTEK. Strategi tersebut merupakan sebagian solusi bagi pendidikan Islam untuk bisa lebih banyak berbuat. Kendatipun demikian, pendidikan Islam tentu saja tidak boleh lepas dari Idealitas Al-Qur’an dan As-Sunnah yang berorientasikan kepada hubungan manusia dengan Allah SWT. (Hablumminallah), hubungan manusia dengan sesamanya (Hablumminannas) dan dengan alam sekitarnya.

2.2  Isu Pendidikan dalam Madrasah
Minat umat Islam terhadap madrasah sebenarnya cukup tinggi.  Di beberapa daerah, jumlah siswa madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah bahkan lebih banyak daripada jumlah siswa Sekolah Dasar atau SLTP.  Di mata mereka, madrasah memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan sekolah umum.  Madrasah, terutama yang ada di dalam pondok pesantren, memberikan bekal mental keagamaan (keimanan dan ketaqwaan) yang kuat kepada siswanya.  Dengan bekal mental yang kuat ini, diharapkan, apabila mereka menjadi pemimpin di kemudian hari, mereka akan menjadi pemimpin yang jujur, amanah, dan adil.
Sayang, kualitas lembaga yang mengemban misi penting ini, menurut banyak pengamat, amat memprihatinkan.  Kualitas pendidikan di madrasah yang ada di luar pondok, terutama yang yayasannya kurang kuat, sering berada di bawah standar, baik dilihat dari segi pendidikan agama maupun dari segi pendidikan umum.  Di bidang pendidikan agama madrasah ini kalah dari madrasah yang ada di dalam pondok dan, di bidang pendidikan umum ia kalah dari sekolah umum yang ada di sekitarnya. Madrasah yang ada di dalam pondok masih agak lumayan, walaupun kualitas pendidikan umumnya mungkin kalah jika dibandingkan dengan standar sekolah umum tetapi di bidang pendidikan agama kebanyakan dari mereka memiliki kualitas di atas standar.  Tentu saja, kekecualian-kekecualian juga ada.  Madrasah yang kualitas pendidikan umumnya lebih tinggi dari sekolah umum, seperti MIN Malang I, juga ada, walau sedikit sekali.
Persoalan ini menjadi makin serius apabila dikaitkan dengan isu besar akhir-akhir ini, yakni globalisasi.  Kalau banyak orang mengatakan bahwa bangsa Indonesia belum siap untuk memasuki era globalisasi, maka lulusan madrasah dikhawatirkan lebih tidak siap lagi menghadapi era globalisasi ini.  Kaitan antara globalisasi dan kesiapan madrasah menghadapinya itulah yang akan menjadi pokok bahasan makalah ini.  Makalah ini mula-mula akan membahas apa itu globalisasi dan apa ancaman serta peluang yang diberikannya kepada kita, para pengelola pendidikan Islam ini.  Berikutnya akan dibahas apa persyaratan agar seseorang dapat menghindari ancaman dan memanfaatkan peluang yang ditimbulkan oleh globalisasi itu.  Terakhir, akan dibicarakan apa yang harus dilakukan oleh madrasah atau lembaga pendidikan Islam agar lulusannya dapat tetap memainkan peran dalam masyarakat di era globalisasi.
2.3  Isu Pendidikan dalam Pendidikan Umum
Menurut Ahmadi yang dikutip oleh Akmal Hawi, pendidikan adalah suatu aktivitas yang merupakan proses itu banyak dijumapai probelema yang memerlukan pemikiran dan pemecahannya. Proses problematika yang menyangkut proses pendidikan yaitu 5W 1H:
1.     Problematika Who
Dalam pendidikan, problematika Who adalah masalah pendidikan (Subyek) yang melaksanalkan aktivitas pendidikan dan masalah anak didik (Obyek) yang dikenai sasaran aktivitas pendidikan.
1)      Problem Pendidikan
2)      Problem anak didik
a.       Minat Siswa
b.      Perhatian Siswa
c.       Cara Belajar Siswa
2.      Problematika Why
Dalam proses pendidikan, tidak semua pelaksanannya bisa berjalan dengan lancar, tetapi juga akan dijumpai rintangan-rintangan/hambatan. Kesulitan tersebut bisa terdapat pada semua faktor pendidikan yang menghabat jalannya proses pendidikan.


3.      Problematika Where (Pola Pendidikan Islam dalam Keluarga)
Ada tiga tempat pendidikan bagi seorang anak yaitu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sistem pendidikan pada masing-masing tempat tersebut tidak sama dan modelnya pun berbeda. Problem pendidikan sebagai pendidikan anak-anak antara lain situasi keluarga itu sendiri dan letak dan kualitas keluarga itu betada dimana.
4.      Problematika When
Masalah when (kapan) yaitu kapan bagusnya saat yang tepat untuk memberikan suatu pujian bagi tingkat perilaku anak didik yang positif, pemberian tugas. Berkenaan dengan usia anak sebaiknya harus tahu kapan waktu-waktunya untuk memberikan berbagai model pendidikan kepada anak sesuai tingkat usianya.
5.      Problematika What
Problem What (apa) menyangkut dasar, tujuan, bahan/materi, sarana, prasarana, dan media.
6.      Problematika How
Masalah how (bagaimana) berkenaan dengan cara didik/metode yang digunakan dalam proses pendidikan. Anak didik mempunyai bakat yang berbeda-beda. Pendidikan harus mengakui adanya perbedaan itu.
2.4  Isu Pendidikan dalam IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
Ketika menghadapi tantangan-tantangan modernisasi dan polarisasi ideologi dunia, terutama didorong oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, pendidikan Islam tidak terlepas dari tantangan yang menuntut jawaban segera. Secara garis besar tantangan-tantangan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Terdapat kecenderungan perubahan sistem nilai untuk meninggalkan sistem nilai yang sudah ada (agama). Standar-standar kehidupan dilaksanakan oleh kekuatan-kekuatan yang berpijak pada materialisme dan sekularisme. Dan inilah titik sentral masalah modernisasi yang menjadi akar timbulnya masalah-masalah di semua aspek kehidupan manusia, baik aspek sosial, ekonomi, budaya maupun politik.

b. Adanya dimensi besar dari kehidupan masyarakat modern yang berupa pemusatan pengetahuan teoritis. Ini berarti bertambahnya ketergantungan manusia pada ilmu pengetahuan dan informasi sebagai sumber strategis pembaharuan. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan menimbulkan depersonalisasi dan keterasingan dalam dunia modern

Dalam menghadapi tantangan di atas, sudah barang tentu pendidikan Islam harus memperhitungkan kekuatan arus yang mengitarinya seperti sistem Barat yang bercorak sekuler dan telah memasuki semua aspek kehidupan manusia. Begitu juga halnya modernisasi harus dipahami sebagai proses alamiah dalam evolusi kehidupan manusia.

Pemahaman sebagaimana di atas menuntut kepekaan terhadap gejolak perubahan dengan segala implikasinya serta kemampuan baru untuk menerjemahkan setiap perubahan ke dalam proses pendidikan. Dengan cara seperti itu akan membuka kemungkinan untuk melahirkan pribadi-pribadi muslim yang kelenturan berpikir, daya intelektual serta keterbukaan dalam menghadapi perubahan cara hidup. Bertolak dari kenyataan tersebut , dalam konteks perubahan sosial ini pendidikan Islam mempunyai misi ganda, yaitu:

a.    Mempersiapkan manusia muslim untuk menghadapi perubahan-perubahan yang sedang dan akan terjadi, mengendalikan dan memanfaatkan perubahan-perubahan tersebut, menciptakan kerangka berpikir yang komprehensif dan dinamis bagi terselenggaranya proses perubahan yang berada diatas nilai-nilai Islam.

b.   Memberikan solusi terhadap ekses-ekses negatif kehidupan modern yang berupa depersonalisasi, frustasi dan keterasingan umat dari dunia modern.

Tentunya, kedua misi tersebut di atas mengisyaratkan tugas berat yang dihadapi pendidikan Islam dewasa ini. Dan diperlukan suatu kerangka pandang yang komprehensif dan relevan dalam mengantisipasi setiap perubahan sosial sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Misi pendidikan Islam itu juga mengisyaratkan perlunya mengaitkan pendidikan Islam dengan masa depan. Pendidikan Islam yang tidak berorientasi ke masa depan akan ketinggalan zaman dan tidak adaptif.


2.5    Hubungan  Pengajaran PAI di Sekolah Umum, Madrasah dan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
Ada dua hal yang perlu dikaji mengenai Pendidikan Islam Indonesia sebagai suatu sistem, yaitu mengenai hubungannya dengan keseluruhan sistem pendidikan; dan mengenai struktur internal yang terdapat dalam tubuh Pendidikan Islam Indonesia .Dalam soal peremajaan sistem pendidikan formal, pendidikan Islam merupakan semacam "beban" yang harus diangkat oleh induknya, yaitu sistem pendidikan nasional pada umumnya. Sedangkan dalam soal pengembangan pendidikan nonformal, ia menjadi "pelopor" yang tak mudah diikuti. Pendidikan Islam di Indonesia yang ada pada saat ini dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
Satu, Pendidikan Pondok Pesanten, ialah Pendidikan Islam yang diselenggarakan secara tradisional bertolak dari ajaran Alquran dan Al- Hadis, dan merancang segenap kegiatan pendidikannya untuk mengajarkan para siswa sebagai jalan hidup (way of life);
Dua, Pendidikan Madrasah, ialah pendidikan Islam yang diselenggarakan di lembaga model Barat yang mempergunakan metode pengajaran klasikal dan berusaha menanamkan Islam sebagai landasan hidup ke dalam diri para siswa;
Tiga, pendidikan umum yang bernafaskan Islam, ialah pendidikan Islam yang dilakukan melalui pengembangan suasana pendidikan yang bernafaskan Islam di lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan yang bersifat umum.
Empat, pelajaran agama Islam yang diselenggarakan di lembaga pendidikan umum sebagai mata pelajaran saja. Mengenai pendidikan jenis pertama (pondok pesantren) dan kedua (madrasah) tidak ada masalah. Mengenai pendidikan Islam jenis ketiga (pendidikan umum yang bernafaskan Islam, ialah lembaga pendidikan seperti Universitas Islam, pada tingkat pendidikan tinggi; SMA, pada tingkat pendidikan menengah. Sedangkan SD dan SMP, pada tingkat pendidikan dasar.
Mengenai Pendidikan Islam jenis keempat, yaitu pelajaran agama Islam di sekolah umum, ada sedikit tambahan. Kegiatan pendidikan Islam jenis ini pada umumnya merupakan pendidikan keislaman yang sangat terbatas cakupannya dan banyak pihak yang berpendapat, bahwa kegiatan ini sebenarnya sukar dapat disebut sebagai kegiatan pendidikan, dan lebih tepat kalau disebut sebagai kegiatan pengajaran.
Pendidikan Islam Indonesia dapat diandalkan untuk memelopori kegiatan pengembangan sistem pendidikan nonformal dalam masyarakat. Sedangkan pendidikan Islam di madrasah serta lembaga pendidikan umum yang bernafaskan Islam merupakan wahana yang dapat dipergunakan oleh umat Islam untuk ikut mendorong lahirnya proses peremajaan sistem pendidikan formal .
Pendidikan Islam jenis keempat, yaitu pelajaran agama Islam di sekolah umum merupakan kegiatan dengan posisi yang bersifat marginal. Artinya tidak banyak yang dapat dilakukan oleh para pendidik Islam lewat pendidikan jenis ini untuk memberikan sumbangan yang berarti bagi lahirnya proses peremajaan sistem pendidikan .
Kekuatan utama, dari pondok pesantren sebagai lembaga penyelenggara pendidikan nonformal terletak pada kemampuannya untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada segenap golongan umur dan masyarakat.
Di lain pihak, keterbatasan yang terdapat pada pondok pesantren sebagai pusat pendidikan non-formal ialah bahwa pelayanan pendidikan yang diberikannya kepada masyarakal terpusat pada soal keagamaan semata-mata. Padahal kebutuhan masyarakat luas akan pelayanan pendidikan di masa sekarang meliputi berbagai macam jenis, seperti kesehatan, pertanian, berbagai jenis teknologi, pengetahuan umum, dan sebagainya
















BAB III
KESIMPULAN dan SARAN
3.1 Kesimpulan
Pendidikan Islam di Indonesia yang ada pada saat ini dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu:
Satu, Pendidikan Pondok Pesanten, ialah Pendidikan Islam yang diselenggarakan secara tradisional bertolak dari ajaran Alquran dan Al- Hadis, dan merancang segenap kegiatan pendidikannya untuk mengajarkan para siswa sebagai jalan hidup (way of life);
Dua, Pendidikan Madrasah, ialah pendidikan Islam yang diselenggarakan di lembaga model Barat yang mempergunakan metode pengajaran klasikal dan berusaha menanamkan Islam sebagai landasan hidup ke dalam diri para siswa;
Tiga, pendidikan umum yang bernafaskan Islam, ialah pendidikan Islam yang dilakukan melalui pengembangan suasana pendidikan yang bernafaskan Islam di lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan yang bersifat umum.
Empat, pelajaran agama Islam yang diselenggarakan di lembaga pendidikan umum sebagai mata pelajaran saja. Mengenai pendidikan jenis pertama (pondok pesantren) dan kedua (madrasah) tidak ada masalah. Mengenai pendidikan Islam jenis ketiga (pendidikan umum yang bernafaskan Islam, ialah lembaga pendidikan seperti Universitas Islam, pada tingkat pendidikan tinggi; SMA, pada tingkat pendidikan menengah. Sedangkan SD dan SMP, pada tingkat pendidikan dasar.
Ketika menghadapi tantangan-tantangan modernisasi dan polarisasi ideologi dunia, terutama didorong oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, pendidikan Islam tidak terlepas dari tantangan yang menuntut jawaban segera. Secara garis besar tantangan-tantangan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :

a.      Terdapat kecenderungan perubahan sistem nilai untuk meninggalkan sistem nilai yang sudah ada (agama). Standar-standar kehidupan dilaksanakan oleh kekuatan-kekuatan yang berpijak pada materialisme dan sekularisme. Dan inilah titik sentral masalah modernisasi yang menjadi akar timbulnya masalah-masalah di semua aspek kehidupan manusia, baik aspek sosial, ekonomi, budaya maupun politik.

b.      Adanya dimensi besar dari kehidupan masyarakat modern yang berupa pemusatan pengetahuan teoritis. Ini berarti bertambahnya ketergantungan manusia pada ilmu pengetahuan dan informasi sebagai sumber strategis pembaharuan. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan menimbulkan depersonalisasi dan keterasingan dalam dunia modern
Dalam menghadapi tantangan di atas, sudah barang tentu pendidikan Islam harus memperhitungkan kekuatan arus yang mengitarinya seperti sistem Barat yang bercorak sekuler dan telah memasuki semua aspek kehidupan manusia. Begitu juga halnya modernisasi harus dipahami sebagai proses alamiah dalam evolusi kehidupan manusia.
Dari ketiga lingkup tersebut, tampaknya hubungan dengan alam sekitar menjadi dasar pengembangan IPTEK, sedang Hablumminallah menjadi dasar pengembangan sikap dedikasi dan moralitas yang menjiwai pengembangan IPTEK, sedang Hablumminannas menjadi dasar pengembangan hidup bermasyarakat yang berpolakan atas kesinambungan, keserasian, dan keselarasan dengan nilai-nilai moralitas yang berfungsi menentramkan jiwa manusia, sehingga terciptalah kedamaian.

Dengan demikian apa dan bagaimanapun produk-produk hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan senantiasa bernilai positif, serta mendatangkan kemanfaatan bagi kehidupan manusia.

Selain itu, Pendidikan agama Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hati, rohani dan jasmani, akhlak dan keterampilannya. Pengertian tersebut akan terlihat jelas bahwa Islam menekankan pendidikan  pada tujuan utamanya yaitu pengabdian kepada Allah secara optimal.
Problematika yang menyangkut proses pengajaran PAI dalam Pendidikan Umum yaitu 5W 1H:
1.      Problematika Who
2.      Problematika When
3.      Problematika Where
4.      Problematika What
5.      Problematika Why
6.      Problematika How

3.2 Saran
Upaya yang dapat dilakukan untuk melaksanakan dan mengembangkan kurikulum PAI di SMP dan SMA pada masa yang akan datang dari segala lingkup, menurut Abdurahmansya dan M. Fauzi yang dikutip oleh Akmal Hawi adalah:
1.      Pelaksanaan pendidikan agama Islam harus lebih etensif dengan lebih menekankan pada pendidikan akhlak.
2.      Penyusunan dan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam pada masa yang akan datang harus menggunakan pendekatan intersipliner yaitu dengan melibatkan para pakar dalam bidang ilmu yang lain.
3.   Agar pelaksanaan kurikulum pendidikan agama Islam dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil maksimal maka jam pelajarannya perlu di tambah dari 2jam/minggu menjadi 4jam/minggu.
4.   Pendekatan ekstrakulikuler pengajaran PAI harus di bawa ketatanan realitas sosial, tidak hanya sebatas teori dan berlangsung dalam kelas semata.
5.   Evaluasi yang harus dikembangkan adalah mengukur sikap prilaku keberagaman.
6.   Perlunya meningkatkan fasilitas, kualitas keilmuan dan kesejahteraan guru agama serta menciptakan pendidikan yang lebih kondusif dan agamis.[1][11]
Abuddin Nata dalam bukunya Manajemen Pendidikan memberikan solusi. Solusi tersebut yaitu :
1.     Mengubah orientasi dan fokus pengajaran agama yang semula berpusat pada pemberian pengetahuan agama dalam arti memahami dan menghafal ajaran agama sesuai kurikulum, menjadi pengajaran agama yang berorientasi pada pengalaman dan pembentukan sikap keagamaan melalui pembiasaan hidup sesuai dengan agama.
2.    Melakukan kegiatan ekstrakurikuler yang dirancang sesuai dengan kebutuhan dengan penekanan utamanya pada pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari.
3.     Meningkatkan perhatian, kasih sayang, bimbingan dan pengawasan yang diberikan       oleh     orang   tuanya       di         rumah dan guru di sekolah.
4.      Melaksanakan tradisi keislaman yang didasarkan pada al Qur’an dan as-sunnah yang disertai dengan penghayatan dan pesan moral yang terkandung di dalamnya
5.     Pembinaan sikap keagamaan melalui media informasi dan komunikasi.